PLUVIOPHILE (PENYUKA HUJAN)
Pluviophile
Gemuruh petir terus menyambar ke segala penjuru. Riuh ramai suara hujan yang turun begitu deras menambah suasana mengerikan sore itu. Awan gelap diselimuti warna kelabu. Langit menumpahkan segala kemelutnya.
Sekolah yang berada di tengah desa itu benar-benar gelap menambah suasana mencekam. Semua pintu kelas ditutup rapat-rapat oleh penghuninya. Berbeda dengan kelas lainnya, kelas paling pojok itu membuka pintunya lebar-lebar. Mereka berteriak sambil bertepuk tangan tanda menyemangati.
BUGHH
AYO AYO! PUKUL LAGI! HAJAR!!
BUGHH
Seorang gadis yang dikuncir kuda itu tersenyum sesekali sambil mengatur nafasnya yang memburu. Tubuhnya meliuk kesana kemari dengan lihainya menghindari serangan lawan. Reina Anastasia, nama yang cantik untuk seorang gadis yang kepalang cowok. Ini sudah kesekian kalinya dia berkelahi dengan seorang lelaki. Sudah banyak yang mencoba untuk mengalahkannya, tapi sampai tiga tahun ini dia tak terkalahkan. Hebat, ya dia adalah juara karate tingkat Nasional. Berbagai macam medali sudah diraihnya. Sabuk hitamnya meyakinkan.
HUUU KALAH!
YES! REI MENANG!
YEEE!!
Begitu temannya memanggil dengan sebutan Rei. Tepukan tangan yang berasal dari tiga puluh siswa itu mengalahkan ramainya suara hujan diluar sana. Gadis itu merapikan kunciran rambutnya yang sudah berantakan. Dia tersenyum lebar. Melangkah santai untuk kembali duduk ke kursi pojok ruangan kelas. Baru saja ia bersiap untuk duduk, dari arah pintu kelas, seorang lelaki memanggilnya.
"Maukah kau tanding bersamaku, nona Reina?" Kata lelaki itu dengan tegas.
Reina membalikkan tubuhnya ke arah sumber suara. Lihatlah, seorang lelaki dengan tubuh tinggi kurus itu menantangnya dengan percaya diri. Reina melipat kedua tangannya di depan dada sambil menaikkan sebelah alis tebalnya.
"Jika kau menang aku akan menjadi budakmu selama satu bulan. Dan jika aku yang menang maka sebaliknya."
Reina tersenyum miring mendengar ajakan yang ditawarkan oleh lelaki itu. Gadis itu melangkah kearah pintu mendekat.
TERIMA REI! TERIMA!
Kelas kembali riuh oleh teriakan teman-temannya itu. Seketika semangatnya kembali bergemuruh mengalahkan dentuman langit kelabu yang masih menurunkan air hujan. "Baik, kita mulai." Kata Reina dengan antusias.
Beruntung kali ini jika menang maka akan ada seseorang yang bisa dia suruh ini-itu dengan cuma-cuma.
Reina bersiap untuk memulai. Tapi lelaki yang diketahui bernama Reyga Adrian itu hanya diam memperhatikan. "Bukan, bukan berkelahi maksudku. Kita akan berlari, hanya sepuluh putaran di lapangan sekolah. Sekarang. Bagaimana?" Lelaki itu berusaha menjelaskan.
"Apa maksudmu?"
"Bukankah seorang juara tidak takut berlari di bawah guyuran air hujan hm?" Rey menaikkan sebelah alisnya menantang.
"Omong kosong. Baiklah. Bersiap untuk menjadi pesuruh selama sebulan penuh tuan Rey." Kata Reina remeh.
"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Jangan sombong dulu nona Reina." Senyum manis yang tidak disukai Reina itu diperlihatkan oleh Reyga.
Keduanya berganti pakaian olahraga terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan. Teman-temannya mengiringi langkah keduanya hendak menyaksikan pertandingan dadakan itu. Beruntung jam pelajaran saat itu sedang kosong, alasan klasik-karena hujan-guru menjadi malas mengajar.
Di bawah guyuran air hujan, Rey dan Rei melakukan pemanasan sebelum berlari di lapangan seluas 400 meter itu. Di pinggir lapang,teman kelas Rey dan Rei ikut menonton sambil menggunakan payung berwarna-warni. Lebih indah jika dilihat dari bawah sini di lapangan luas, membentuk aneka macam warna yang mencolok kontras dengan warna awan kelabu.
Jika Rei adalah juara berkelahi sedangkan Rey adalah juaranya dalam bidang kesenian. Sungguh hal yang bertolak belakang. Anehnya, Rey memilih perlombaan lari sebagai syaratnya. Setelah cukup untuk pemanasan, saatnya kedua juara ini siap melakukan perlombaan. Mereka melakukan start jongkok. Di sebelahnya ada Kun yang memakai payung hitam akan menjadi wasit.
1.. 2.. Priiiiiiiiiit!
Bunyi peluit tanda pertandingan dimulai. Keduanya berlari dibawah air hujan. Reina memimpin didepan. Jelas Rey tertinggal karena bakatnya bukan dibidang olahraga. Tapi satu hal yang Reina tidak tahu, bahwa selama berminggu-minggu ini Rey rela berkorban untuk tidak bermain alat musik hanya untuk mempersiapkan perlombaan ini. Tekadnya bulat untuk merubah gadis cantik itu menjadi lebih baik.
Reina lupa bahwa kondisi tubuhnya kurang sehat, ditambah dia sudah berkelahi dengan Ram teman sekelasnya selama lebih dari dua puluh menit. Namun karena semangat yang kuat dia berlari kencang hingga beberapa putaran. Tapat di putaran ke delapan, larinya mulai berkurang menjadi lebih lambat. Hingga mudah disusul oleh Reyga yang berada dibelakangnya.
Sekarang yang memimpin adalah Rey, lambat adalah caranya untuk bertahan lebih lama sampai lawannya kelelahan karena tenaganya sudah diporsir dengan kekuatan penuh pada awal perlombaan. Seperti yang Reina rasakan, baru saja dia menyelesaikan putaran ke sembilan, dibelakangnya terlihat Reyga sudah berhasil menyelesaikan sepuluh putaran. Untuk yang kedua kalinya peluit milik Kun dibunyikan keras-keras. Reyga keluar sebagai juaranya.
Penonton seketika mendesah pasrah, juara berkelahi kalah oleh juara kesenian. Seketika mereka membubarkan diri dari kursi-kursi lapangan menyisakan hening untuk Reina dan Reyga. Sebenarnya masih ada suara guyuran air hujan.
Oh ada yang aneh, Reina tidak berhenti dari larinya padahal dia memang sudah kalah. Reyga melihat tubuh Reina yang mulai membungkuk, ditumpu oleh kedua lengannya yang menahan pada dengkul gadis itu. Reina berusaha berlari Kembali dengan perlahan. Tidak tahan dengan apa yang dilihatnya, Rey kembali berlari ke arah Rei yang berjarak seratus meter darinya. Rey menghampiri dan ikut berlari disamping Reina. Gadis itu menoleh sebentar sebelum kembali menghadap ke depan. "Selamat, kau menjadi tuanku selama satu bulan ini. Akhirnya ada yang mengalahkanku." Celetuk Rei dengan senyuman manis di wajahnya yang memerah kelelahan.
"Baiklah. Wel, mengapa kau terus berlari padahal sudah berakhir. Tidak bisakah kau berhenti?" Tanya Rey disela larinya.
Reina berhenti sejenak, mengambil nafas dalam, kemudian menoleh kearah kirinya mendongak memandangi Rey yang lebih tinggi darinya. "Aku harus menyelesaikan sepuluh putaran terlebih dahulu karena itu perjanjiannya, bukan?"
"Tapi kau kelelahan. Kau bisa tumbang." Kata Rey sambil menatap dalam ke manik mata Reina yang cokelat terang.
Hujan deras membuat mereka mengobrol dengan saling berteriak. Udara yang masuk ke permukaan kulit membuat keduanya menggigil kedinginan.
"Kau sendiri yang bilang, bukankah seorang Juara tidak takut berlari dibawah guyuran hujan hm?" Kata Reina mengulang. Gadis itu kembali berjalan pelan.
Reyga menahan tangan Reina saat akan berlari kembali. "Cukup. Jangan keras kepala. Bukankah aku tuanmu saat ini?" Sorot tajam Rey tak membuat Reina berubah pikiran. Gadis itu menggeleng pelan lalu melepas pelan genggaman tangan milik Rey di lengan kanannya.
"Janji adalah janji. Kau boleh menemaniku, jika kau mau." Gadis itu melangkah pergi melanjutkan larinya yang tersisa dua ratus meter lagi.
Reyga menatap punggung kecil itu di depannya. Ya, memang janji adalah janji. Sepuluh berarti sepuluh. Dia salut dengan prinsip yang dipegang gadis berkuncir kuda yang sudah lemas diguyur air hujan sore itu. Dia kembali menyusul demi menemani gadis itu. Demi merubah gadis itu selama satu bulan kedepan.
"Semangat! satu putaran lagi nona Rei." Kata Rey menyemangati sambil ikut berlari disebelahnya. Gadis itu tertawa membuat mata kecilnya menjadi lebih sipit ditambah lesung pipi yang manis di kedua pipinya. Rey yang melihatnya langsung dibuat salah tingkah. Cepat dia mengalihkan pandangan dari Reina. Hatinya bersorak senang menemani gadis yang berada di sebelahnya.
"Aturan pertama, besok aku mau kau memakai jilbab, kedua--"
"A-apa?! Apa katamu?!" Reina melotot kearah sampingnya kepada pemuda jangkung itu. Dengan tatapan tidak percaya. Pendengarannya tidak salah dengar kan? Atau otak orang disebelahnya ini terganggu akibat diguyur hujan?
"Besok kau memakai jilbab. Aku tidak mau tau. Sebagai babuku yang baik kau harus menurut. Janji adalah janji." Ucap Rey yang menyalin kata-kata dari Reina.
Sebenarnya Rey ini siapa? Bagaimana bisa dia menyuruhnya seperti itu? Harusnya Rei mengerti sejak awal, bahwa tidak mungkin seorang Rey yang terkenal karena sikapnya yang dingin ini tiba-tiba mengajaknya untuk berlomba sampai membuat perjanjian yang menurutnya ini konyol.
"Mengerti nona Rei?" Senyuman Rey mengembang.
"Aku tidak mau!" Jawab Rei ketus.
"Kau harus. Dan jika kau tidak menuruti satu perintahku, maka aku akan menambahkan waktunya menjadi dua bulan."
"Shut up!" Umpat Reina kesal.
"Kedua tidak boleh mengumpat."
"Berhenti kataku!"
"Ketiga berhenti berkelahi diluar pertandingan resmimu." Tambah Rey dengan senyuman yang benar-benar tidak disukai Reina itu.
Orang macam apa yang ada didepannya ini.
--
Dua minggu setelah perlombaan itu, Reina benar-benar memakai jilbab. Bayangkan, bertahun-tahun dia tidak pernah memakai jilbab kali ini dia terpaksa memakai hanya karena Reyga Adrian. Dua minggu ini pun dia tidak pernah kembali berkelahi dengan siapapun.
Sebenarnya, dua minggu ini Rey tak pernah menyuruhnya seperti kepada bawahan. Dia hanya menyuruh untuk merubah pribadi Reina bukan untuk keperluan Reyga.
Dalam dua minggu ini juga, Reina tahu bahwa Rey tidak sedingin yang diucapkan oleh orang-orang. Rey orang yang menyenangkan, dia humoris. Jujur, sejauh dua minggu ini dia telah membuat Reina menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Menjadi pribadi yang disenangi banyak orang. Banyak teman dari kelas lain yang sudah tidak takut lagi untuk mencoba dekat dengannya, baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Rey pun mengajari Reina tentang sholat sunnah. Sesuatu yang aneh bukan? Seolah Rey memberi harapan baru bagi kehidupan Reina. Bukankah cinta tumbuh karena terbiasa? Mungkin itu yang dirasakan oleh Reina. Seperti saat ini, di salah satu tempat duduk di mushola sekolah, dia melihat Rey sedang melepas satu persatu sepatu hitam miliknya. Pemandangan yang dua minggu ini selalu Reina lihat. Gadis itu tak pernah bosan, jika dikatakan berharap, jelas dia berharap. Tapi siapalah Reina, hanya anak kemarin sore yang kebetulan ditolong Reyga menuju kehidupan yang lebih baik.
Pernah suatu kali, Reina diminta untuk datang ke salah satu Masjid dipusat kota, setelah sampai disana gadis dengan pakaian yang kasual itu duduk diantara kerumunan orang-orang yang mengenakan baju kurung sehingga penampilannya berbeda sendiri membuat dirinya menjadi pusat perhatian. Beruntung dia duduk di pojok masjid besar itu. Tak disangka, yang mengisi kajian adalah Reyga. Ya Rey si tuannya. Mengenakan baju koko biru muda, ditambah dengan peci hitam dikepala membuat dia yang sudah tampan menjadi terlihat lebih tampan lagi.
Perhatian manis yang diberikan Rey kepada Reina semata-mata hanyalah untuk perubahan dirinya. Dia sadar akan hal itu. Tapi hati seseorang siapa yang tahu. Lambat laun, seiring berjalannya waktu, karena sering bersama kedua orang yang memiliki nama serupa ini saling merasa. Saling membutuhkan satu sama lain.
Hari demi hari perlahan berganti, menambah cerita diantara keduanya. Sebulan sudah mereka menjalani perjanjian itu. Akhirnya hari ini tiba. Perjanjian itu akan segera berakhir. Bertepatan dengan perpisahan sekolah.
Suasana riuh ramai terjadi di pelataran gedung yang menjadi tempat acara. Semua orang berdandan rapih dengan berbagai macam pakaian yang dikenakan.
Diantara orang yang lalu-lalang, seorang gadis menggunakan pakaian kebaya berwarna pink lembut tak lupa dengan jilbab yang senada membuat wajah imutnya menjadi lebih manis itu tengah menengokkan kepala ke kanan-kiri nya mencari seseorang.
Itu dia. Batinnya.
Seorang pemuda dengan kemeja abu muda dibalut dengan jas hitamnya berjalan gagah diantara orang-orang yang sibuk berbincang. Melangkah mantap ke arah Reina. Pemuda itu menatapnya dari jarak sepuluh meter dengan tatapan yang tak biasa. Tidak ada senyuman seperti biasanya. Dia begitu dingin layaknya es. Reina bingung dibuatnya.
Reyga mengampirinya dan kini berada di depan Reina. Lagi, tidak ada senyuman. Reina memandang Rey yang seperti oranglain. "Aku ingin bicara." Kata Reyga datar.
Saking kelewat datarnya sampai-sampai Reina tak tahu apakah Rey tengah berbicara atau berbisik. Rei mengangguk ikut melangkah dengan Reyga ke samping gedung.
Orang-orang masih sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kesana-kemari membuat heboh. Tak apalah, semua merayakan acara perpisahan sekolah menengah atas itu dengan suka dan duka.
Sorot matahari memancar hangat, tidak terlalu panas. Burung-burung siap berpergian mencari santapan. Angin berhembus perlahan memberikan rasa sejuk mengenai permukaan bumi. Langit biru bersih tanpa awan. Pagi yang cerah, secerah hati Reina yang saat itu bersama Reyga. Dia senang jika bertemu pemuda itu. Dia senang menghabiskan waktu bersamanya.
Jangan lupakan, bukankah selalu ada duka setelah suka? Selalu ada gelap setelah cerah? Semua berpasangan dalam hidup ini.
"Reina, aku pamit pergi. Mungkin untuk waktu yang sangat lama." Dua kalimat pembuka yang dilontarkan oleh Reyga berhasil menusuk tepat mengenai hati Reina.
Mata gadis yang berada didepannya itu refleks melebar, menatap ke arahnya tak mengerti. Rey melihat lapisan bening yang menyelimuti mata cokelat terang milik Reina itu.
Oh ayolah, jangan menangis. Sungguh Rey tak akan tahan bila ada seorang gadis yang menangis apalagi disebabkan olehnya. Tapi Rey salah, gadis itu kepalang kuat. Gadis itu memejam sepersekian detik kemudian perlahan mulai membuka mata, ajaib seketika lapisan tipis bening itu menghilang bak menguap terkena suhu yang sangat panas.
"Bagaimana?" Tanya Reina bingung.
"Jaga dirimu baik-baik. Terimakasih telah menemani. Sungguh waktu bersamamu adalah hal berharga yang aku dapatkan. Perjanjian kita berakhir sekarang, maaf karena terlalu memaksamu untuk menjadi pribadi yang lain. Sungguh aku hanya ingin yang terbaik untuk dirimu." Jeda Reyga.
Pemuda yang menunduk di depan Reina itu menarik nafas dalam. Seolah tak ingin menyisakan sedikit udara untuk yang lainnya. Kemudian Rey menatap kembali pada manik mata cokelat terang itu. Menatapnya lebih lama sebelum akhirnya berbicara.
"Jika nantinya kau bertemu dengan lelaki baik yang kau sukai pribadinya, jangan ragu untuk memilihnya." Kata Reyga sambil tersenyum hangat.
"Memangnya kau akan pergi kemana?"
"Menjemput cita-cita. Kau juga akan pergi bukan? Semangat. Bukankah kau ingin sekali pergi ke Negeri para sufi?" Tanya Reyga penuh minat.
"Tidak bisakah kita pergi bersama?" Pinta Reina, matanya kembali berkabut tapi kali ini lebih tebal. Sekali gadis itu berkedip, runtuhlah air pertahanannya itu.
"Aku minta maaf, tapi tujuan kita berbeda."
"Ini untukmu." Rey menyodorkan sebuah mainan berbentuk bintang yang sebelumnya dikeluarkan dari dalam saku hitam miliknya.
"Bagaimanapun, hanya dalam gelap kau bisa melihatnya." Kata Rey meyakinkan.
Reina menerima mainan kecil itu, dia menggenggam kuat pada jemarinya.
"Rey, jika aku bilang aku mencintaimu, bisakah kau untuk tetap tinggal?"
Reyga menatap Reina yang berbicara seperti anak kecil. Membuatnya tidak tahan untuk tersenyum. "Tidak."
Belum saatnya.
Batinnya menambahkan. Tapi jelas, tidak diberitahukan kepada Reina.
Satu kata Reyga mampu membuat pertahanannya runtuh. Buliran air mengalir dari matanya yang indah. Ternyata perasaannya, tak akan pernah bisa membuat pemuda dihadapannya ini tetap tinggal.
"Tapi aku akan selalu meminta kepada Allah untuk tetap menjagamu dari jauh. Aku akan selalu meminta yang terbaik untuk kehidupanmu di dunia dan akhiratmu. Aku akan selalu menitipkan salam rinduku kepada Allah untuk dirimu." Jelas Reyga.
"Kenapa?"
Karena aku mencintaimu.
Jauh sebelum kamu mencintaiku.
Ekstra Part
Kau yang datang sehangat mentari di waktu Dhuha. Dan kepergianmu yang memberikan ketenangan juga kerinduan sehangat senja, aku mencintaimu dalam jarak ribuan kilometer.
Guaaarr!!
Lamunannya terhenti akibat suara guntur yang menyambar. Kejadian yang selalu diingatnya dengan jelas ketika turun hujan, padahal sudah lima tahun berlalu. Hatinya masih belum berubah. Gadis itu tersenyum manis dibalik cadar merah mudanya. Ya, kini dia bercadar. Berkat bantuan pemuda itu, kini dia menjadi seorang gadis yang terjaga dari pandangan haram makhluk adam.
Buliran air hujan masih setia membahasi kawasan Istanbul ini. Tapi jalanan kota seakan tak terganggu, masih saja ramai oleh lalu-lalang kendaraan yang melintas. Padahal udara sore ini cukup untuk membuat tangan membeku jika berpuluh-puluh menit diluar ruangan. Seperti yang dilakukan gadis yang sedang berdiri diluar salah satu kedai jalanan kota Istanbul. Reina tau, hujan masih turun dengan derasnya, tapi tangannya ingin sekali merasakan sensasi dingin dari buliran air yang turun. Reina memaksakan tangannya terjulur mengenai rintik air yang jatuh dari langit itu. Seketika perasaannya mulai damai, tangan yang basah itu mengalirkan rasa senang pada hatinya. Gadis itu memejamkan mata membiarkan air dari tangannya memberikan rasa dingin menyejukkan. Padahal hanya telapak tangannya yang terkena air.
"Maukah kau tanding bersamaku, nona Reina?"
Reina tersentak langsung membuka kelopak matanya. Mendengar penuturan seseorang yang berada di belakang punggungnya itu seperti mengalami de javu cepat-cepat gadis itu membalikkan tubuhnya ke asal suara. Matanya melebar tidak percaya.
Lihatlah, dibawah langit yang kelabu, di Negeri para sufi yang dia cita-citakan, dibawah derasnya air yang mengalir jatuh mengenai bumi, disuhu udara yang begitu dingin, seseorang yang sangat Reina kenal kini berdiri dihadapannya dengan senyuman yang merekah.
Reina terharu melihatnya. Sampai-sampai air matanya menetes turun menelusup masuk ke dalam cadar merah muda yang dikenakannya itu. Reina tersenyum bahagia dibalik cadarnya. Terlihat gantungan bintang berukuran kecil itu terpasang manis di resleting tas hitam miliknya.
-The end-
Salam ayliann^^
Seru,. Lanjutin dong..
BalasHapusTerimakasih sudah berkunjung^ doakan^^
HapusMantul, keren abaaaaaaang :')) tapi ko btw suara petirnya jadi guarrr sih :'
BalasHapusSoalnya kalo cetar nanti jadi syahrini dong:'v makasih udah berkunjung^^
Hapus